Klik Satu Kali Itung2 Amal Gan

Nasib Stadion Megah Setelah Piala Dunia 2010

Diposting oleh Blog For Funz on Minggu, 11 Juli 2010





Selama sebulan penuh, masyarakat Afrika Selatan dan bahkan seluruh dunia larut dalam eforia Piala Dunia 2010, yang akan mementaskan laga terakhir di Stadion Soccer City, Johannesburg, Minggu malam (Senin dinihari WIB).

Selama sebulan penuh itu pula, Piala Dunia yang diikuti 32 negara dan untuk pertama kali digelar di Benua Hitam itu, menghadirkan banyak tragedi dan kisah tragis.

Tapi mungkin tidak banyak yang memikirkan, bagaimana dengan nasib sepuluh stadion megah yang dibangun dengan anggaran miliaran dolar Amerika Serikat (AS) itu.

Dari Stadion Soccer City di Johannesburg, Green Point di Cape Town dan Moses Mabhida di Durban, para penggemar sepak bola yang datang dari hampir seluruh penjuru dunia, terkagum-kagum melihat kemegahan stadion tersebut.

Presiden federasi asosiasi sepakbola sedunia (FIFA),  Sepp Blatter, pun memuji fasilitas stadion dengan menyebutnya ibarat untaian mutiara.

"Tidak ada satu pun negara di Eropa sekali pun yang mempunyai stadion sebagus dan seindah ini, hanya di Afrika Selatan," puji Blatter.

Tapi yang menjadi pertanyaan usai Piala Dunia 2010 adalah, siapa yang akan membiayai perawatan seluruh stadion yang pembangunannya setelah menguras kas negara Afrika Selatan sebesar 11 miliar rand tersebut?

Banyak yang khawatir kalau stadion tersebut akan menjadi mubazir karena pada dasarnya pertandingan sepak bola belum menjadi perhatian utama masyarakat karena kalah bersaing dengan rugby. Sementara klub-klub rugby tersebut pada umumnya sudah memiliki stadion sendiri.

Sebuah konsorsium yang membangun Green Point di Cape Town mengatakan bahwa mereka sebenarnya sudah punya rencana terhadap segala fasilitas di stadion yang berlokasi dekat objek wisata Table Mountai itu.

Stadion yang dibangun dengan biaya 4,5 milar rand tersebut akan dijadikan arena konser, pertandingan rubgy, konperensi, serta berbagai acara lainnya.

"Setidaknya kami sudah mempunyai sepuluh agenda acara pada tahun pertama 2011 nanti," kata Morne du Plessis, ketua eksekutif SSOC, perusahaan yang bergerak di bidang penyelenggara acara.

Pihak SSOC, menurut du Plessis, telah memiliki dua konser besar, satu pada November 2010 dan satu lagi pada Maret 2011.

Perjanjian dengan pemerintah kota Cape Town tergolong longgar, karena mereka tidak harus membayar sewa jika mereka tidak berhasil memperoleh keuntungan, tapi harus menyetor sebesar 30 persen kalau ada keuntungan.

Pemerintah Kota Durban juga sudah mempunyai rencana mengenai masa depan Stadion Moses Mabhida yang berkapasitas 70.000 tempat duduk.

Seperi halnya Cape Town, kota yang terletak di pinggir pantai Samudera Hindia itu, juga akan menyerahkan pengelolaan kepada pihak swasta. Stadion yang dibangun disamping stadion klub rugbi terkenal itu, menurut rencana akan menjadi salah satu arena Olimpiade 2010, jika Afrika Selatan terpilih nanti.

Dengan gaya arsitektur unik karena terdapat lengkungan setinggi 106 meter di bagian atasnya, stadion tersebut setiap bulannya memerlukan tidak kurang dari 1 juta rand (Rp1,2 miliar) untuk biaya perawatan.

Berbeda dengan Cape Town atau Durban, kota Port Elizabeth yang merupakan kota terbesar kelima di Afrika Selatan, sama sekali tidak mempunyai stadion sehingga dibangunlah Stadion Nelson Mandela Bay dengan biaya 1,9 miliar rand.

Namun, kota tersebut tidak mempunyai klub sepak bola yang berlaga di liga utama, atau pun klub rugbi. Jika tidak ada event besar seperti konser atau acara olah raga lainnya, stadion megah tersebut dikhawatirkan bisa kosong melompong sepanjang tahun.

Menurut Errol Heynes, ketua panitia lokal Piala Dunia 2010 Durban, untuk tahun pertama, pemerintah kota Durban memang harus mengeluarkan subsidi untuk biaya perawatan sebelum dikelola secara penuh oleh pihak swasta.

"Tapi pada tahun kedua, pihak pengelola swasta diharapkan sudah bisa mencari dana sendiri dengan menyewakan stadion untuk berbagai acara, termasuk konser dan pertandingan rugbi," katanya.

Kota kecil

Yang menjadi kekhawatiran utama adalah stadion yang berada di kota kecil dan tidak mempunyai klub sepak bola atau rugbi yang bisa memanfaatkan stadion, seperti di Nelspruit dan Polokwane.

Nelspruit, kota yang berpenduk kurang dari satu juta jiwa, memiliki stadion baru berkapasitas 45.000 tempat duduk yang dibangun dengan biaya 1,3 miliar rand, demikian juga dengan kota Polokwane.

Baik Nelspruit maupun Polokwane sama-sama tidak mempunyai klub sepak bola dan belum ada pernyataan dari pemerintah kota setempat akan digunakan untuk apa stadion megah tersebut usai Piala Dunia.

"Sebagian dari stadion tersebut akan menjadi monumen. Bagaimana mereka bisa mengisi tempat duduk setelah Piala Dunia berakhir?," kata Patrick Bond, seorang ekonom dari organisasi masyarakat yang berdomisilidi Durban.

Meski Piala Dunia 2010 mendapat pujian karena berhasil menyelenggarakan pesta akbar itu dengan sukses dan tanpa halangan berarti, tidak semua masyarakat Afrika Selatan sendiri merasa gembira, dan bahkan tidak mendapat keuntungan apa-apa, terutama masyarakat miskin.

Bahkan, mereka merasa hanya menjadi korban karena rumah gubug mereka digusur demi menjaga "keindahan kota".

Di antara mereka yang menjadi korban adalah sekitar 20.000 warga miskin di Cape Town yang digusur di komplek perumahan sementara Joe Slovo, agar pemandangan para tamu Piala Dunia tidak terusik dengan pemandangan rumuh-rumah kumuh tersebut.

Lili Shabangu, seorang warga yang tinggal di pinggiran kota Nelspruit mengatakan bahwa Piala Dunia 2010 hanya membuat mereka untuk sesaat melupakan kesusahan hidup sehari-hari dan kehidupan mereka akan kembali seperti semula usai Piala Dunia 2010.

"Bagi kami sekeluarga, Piala Dunia 2010 tidak memberikan dampak apa apa terhadap kehidupan kami. Kami hanya seperti penonton di rumah sendiri dan tidak ada manfaat yang bisa kami dapatkan," kata wanita dengan empat anak tersebut.

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar

Artikel Terpopuler